PROBLEMATIKA KESUBURAN TANAH DI SEKITAR
PRAKTIKUM ACARA 5
Tak terasa sudah dipenghujung acara terakhir praktikum Acara 5 ya teman-teman. Untuk praktikum kali ini kita dilatih untuk lebih peka dengan lingkungan di sekitar tempat tinggal teman-teman, terutama mengenai problematika kesuburan tanah atau lahan pertanian lebih tepatnya. Maka dari itu dilaksanakan praktikum mandiri dimana praktikum dilaksanakan pada hari Selasa, 24 November 2020, pukul 08.00-09.00 wib, berlokasi di Desa Kandangan, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Metode yang digunakan adalah dengan mewawancarai langsung narasumber/ petani yang bersangkutan. Alat bantu yang digunakan untu praktikum berupa smartphone untuk mengambil gambar dan alat tulis untuk mengisi borang pengamatan.
HASIL WAWANCARA
Wancara dilaksanakan di sawah milik Bapak Sutri, yang berlokasi di Desa Kandangan-Ngawi (Jawa Timur). Daerah Ngawi tergolong pada daerah dataran rendah dengan topografi datar yang kondisi lingkungannya cukup kering sehingga untuk produksi tanaman pertanian, masyarakat tidak hanya tergantung pada air sungai/ air hujan sebagai irigasinya namun setiap pemilik sawah akan memiliki sumur di sudut-sudut lahannya. Narasumber dari wawancara ini adalah Bapak Sutri (56 tahun) yang merupakan seorang petani mandiri dan tidak tergabung dalam anggota kelompok tani di daerah Ngawi. Beliau memiliki lahan sawah di Desa Kandangan yang terbagi atas 4 petak lahan dengan luas keseluruhan 0,4 hektar atau 40 are. Jenis tanah di daerah Ngawi adalah tanah Grumusol, dalam satu tahun Bapak Sutri biasanya melalui tiga kali musim tanam dengan sistem/pola tanam monokultur padi. Pemilihan tanaman budidaya berupa padi ini dikarenakan Bapak Sutri menggunakannya untuk konsumsi sendiri dan tidak dijual. Jarak tanam antar satu tanaman padinya adalah sekitar 20-22 cm, saat ini beliau sedang melakukan pengolahan terhadap lahan sawahnya. Dibantu dengan anak laki-lakinya pengolahan tanah yang digunakan Bapak Sutri merupakan kombinasi minimum tillage dan maximum tillage dengan bantuan alat berupa cangkul dan traktor/bajak. Pupuk yang digunakan beliau kebanyakan masih terfokus pada penggunaan pupuk anorganik (urea, phonska, dll), beliau masih belum mempercayai penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan hara tanah secara efisien karena hasilnya membutuhkan waktu yang lama. Umur panen bagi tanaman padi milik Pak Sutri sendiri adalah sekitar 100-120 hari dengan hasil produksi tidak teratur, pada musim tanam pertama Pak Sutri mengaku mengalami kenaikan produksi sekitar 4 ton gabah namun pada musim ke dua dan ke tiga hasil nya berada pada kisaran 2-3,5 ton (tidak penuh). Selama menanam padi di Desa Kandangan hama yang sering menyebabkan kegagalan panen adalah serangan hama tikus masal.
PEMBAHASAN DARI KENDALA PROBLEMATIKA KESUBURAN TANAH
Kendala yang dialami Bapak Sutri adalah tidak adanya akses pupuk dari pemerintah dikarenakan beliau tidak tergabung dalam GAPOKTAN daerah Ngawi, serangan hama tikus, serta penurunan hasil produksi padi yang ditanam tidak menentu. Dari sini kita dapat menganalisis penyebab dari penurunan produksi lahan padi dari Bapak Sutri bisa saja disebabkan oleh penggunaan pupuk anorganik berlebihan/berkelanjutan, penggunaan sistem pola tanam monokultur padi (padi ciherang saja), dan serangan hama tikus yang tidak terkontrol juga menyebabkan kegagalan panen yang cukup besar. Solusi yang bisa kita usahakan untuk mengatasi kendala ini antara lain adalah menyarankan agar penggunaan pupuk dari anorganik untuk lebih dikurangi atau beralih menjadi pupuk organik, menggunakan sistem pola tanam selain monokultur atau menggunakan sistem tanam yang bervariasi, serta melakukan upaya pengendalian hama tertentu (menanam tanaman tepi, memasang jaring/net pada permukaan tanaman budidaya, menggunakan trap barrier system, dan menerapkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Hal ini dikarenakan penggunaan sistem pola tanam monokultur dalam waktu yang lama dapat menurunkan kesuburan tanah dari waktu-ke waktu, disamping itu penggunaan sistem tanam monokultur menyebabkan rantai makanan dari hama tikus menjadi tidak terputus. Tikus dapat memperoleh makanan dari satu petak ke petak lain tanpa adanya halangan dan tikus memiliki sistem reproduksi yang cukup pendek menyebabkan populasi tikus semakin meningkat, padahal lahan produksi tidak mengalami perluasan. Peralihan penggunaan pupuk anorganik ke organik akan sulit apabila belum terbiasa, maka petani dapat menggunakan kombinasi antara pupuk organik dan pupuk anorganik terlebih dahulu. Melalui hal ini petani sudah satu langkah berupaya untuk menekan penggunaan pupuk anorganik yang berlebih, penggunaan pupuk organik dalam jangka waktu lama dan berlebih dalam bidang pertanian dapat mencemari ekosistem sekitar tanaman budidaya. Tak hanya memiliki harga yang relatif lebih mahal dibanding pupuk organik, pupuk anorganik akan menimbulkan banyak masalah lingkungan yang berkelanjutan apabila tidak segera ditangani dengan baik.
Menurut Indriani (2004) penggunaan pupuk anorganik dapat menyebabkan ketergantungan dari petani dan dapat merusak lingkungan terutama tanah/lahan tanam. Tanah dapat mengalami kerusakan sifat, menjadi lebih keras dan hara tanah terhambat residu pupuk anorganik. Penggunaan pupuk kimia anorganik dapat menurunkan kesurburan tanah, membuat tanah tidak cocok untuk ditanami tanaman budidaya lagi karena sifat fisik, kimia, dan biologinya tanah telah berubah karena adanya endapan residu dari pupuk kimia anorganik. Penurunan kesuburan tanah ini perlu diatasi dengan menggunakan pemaikaian pupuk organik yang lebih ramah lingkungan serta memiliki sifat memperbaiki struktur dan sifat tanah. Pupuk organik hayati atau biofertilizer mengandung mikroorganisme yang dapat mendorong pertumbuhan tanaman dengan menaikkan kandungan bahan organik pada tanah. Pada Biofertilizer akan mengandung mikroorganisme seperti bakteri Azotobacter, Azospirillium, Rhiizobium, Mychorrhizae yang sangat bermanfaat ketika bersimbiosis dengan tanaman budidaya (Sneha et al, 2018). Menurut Lestari & Muryanto (2018) pemanfaatan tanaman disekitar juga dapat dijadikan solusi dari memperbaiki kesuburan tanah, misalnya pemanfaatan tanaman Azolla pinnata sebagai sumber hara N dan penggunaan pupuk kandang dari sisa metabolisme tanaman dan hewan. Azolla memiliki kandungan unsur hara lebih tinggi dari kompos (rumput/gulma) atau POC biasa. Pupuk organik dan kompos (sayur dan buah) adalah alternatif yang sangat tepat untuk menekan penggunaan pupuk anorganik, dimana kandungan bahan organik di dalamnya akan memperbaiki sifat-sifat tanah meliputi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik dapat menaikkan bahan serap bagi tanaman terhadap hara dan air, dapat menaikkan kondisi kehidupan mikroorganisme dalam tanah, dan sumber makanan bagi tanaman. Pupuk anorganik hanya mampu menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman tanpa memperbaiki struktur/sifat tanah. (Dewanto et al, 2013).
Pemberian pupuk organik pupuk kandang yang berimbang dapat memperbaiki produktivitas tanah pertanian, mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah anakan perumpun, jumlah daun, jumlah anakan produktif, bobot gabah perhektar, dan bobot 100 butir gabah. (Herliana et al, 2016). Berdasarkan kerangka pemikiran yang dicetuskan Mahananto (2009) ada dua faktor yang mempengaruhi hasil produksi padi berupa faktor teknis dan faktor non teknis. Faktor non teknis terdiri atas pengetahuan atau berupa pengalaman petani dalam berusaha tani (pengetahuan mengenai pupuk, sistem tanam, pengolahan, pemeliharaan, lembaga pertanian, dsb), faktor internal (jenis varietas yang digunakan, jenis tanah, dll), dan prasarana transportasi atau jarak tempat tinggal petani dengan lahan garapan. Faktor teknis sendiri hanya berfokus pada sistem irigasi yang digunakan petani pada lahan pertaniannya. Dari faktor teknis maupun non teknis tadi sangat mempengaruhi langkah lanjut yang perlu dilakukan petani, mulai dari pengambilan keputusan, perencanaan penggunaan input, hingga orientasi peningkatan produksi. Petani sebagai pelaku usaha perlu bekerja secara efisien dan rasional, karena mayoritas berorientasi pada peningkatan hasil produksi dan nilai ekonomi. Pemanfaatan secara optimum sumber daya di sekitar serta tenaga kerja yang dimiliki perlu dioptimumkan, namun tidak meninggalkan kelestarian lingkungan sekitar. Minimnya informasi mengenai faktor-faktor penentu hasil produksi tani di masyarakat terutama daerah pedesaan di wilayah bukan ibu kota membuktikan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi masih rendah. Namun hal ini tidak dapat dijadikan alasan bagi masyarakat untuk tetap diam dan tidak bergerak melihat ketidaktahuan ini menjadi bumerang. Mayoritas pekerja pertanian di Indonesia masih di dominasi oleh manula, maka dari itu sebagai generasi muda Indonesia kita perlu melakukan pembaruan terhadap sektor pertanian. Pembaruan yang di maksud di sini adalah meningkatkan peran masyarakat muda sebagai calon-calon petani muda yang inovatif ikut membimbing para petani untuk lebih peka terhadap keseimbangan lingkungan tanaman budidaya berkelanjutan dan meningkatkan hasil produksi pertanian di Indonesia. Masyarakat muda harus aktif menyebarkan informasi dan semakin peka terhadap kondisi di sekitar lingkungan.
KESIMPULAN
Berdasarakan hasil dari wawancara yang ada serta analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor seperti luas tanah, jenis tanah, irigasi, penggunaan pupuk yang digunakan, penggunaan pestisida dalam pengendalian, pengalaman petani, dan sistem pola tanam yang digunakan dapat mempengaruhi hasil produksi dari tanaman padi. Untuk menekan penggunaan pupuk anorganik yang berlebihhan maka diupayakan untuk menggunakan pupuk organik yang lebih ramah lingkungan dan kompos (sayur & buah) karena dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Pemberian bahan organik tanah dapat berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah serta memasok unsur hara dan BO yang dibutuhkan tanaman budidaya.
Daftar Pustaka
Dewanto, F. G., J. J. M. R.
Londok, & R.A.V. Tuturoong. 2013. Pengaruh pemupukan anorganik dan organik
terhadap produksi tanaman jagung sebagai sumber pakan. Jurnal Zootek. 32(5) : 1-8.
Herliana,
O., Widiyawati, I., Kasmiatmojo, M., & Syaeful Anwar, A. H. 2016.
Pertumbuhan dan hasil padi hitam pada perlakuan jenis pupuk kandang dan jumlah
bibit dengan metode SRI (System of Rice
Intensification).
Indriani, Y. H. 2004. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Lestari, S. U. &
Muryanto. 2018. Analisis beberapa unsur kimia kompos. Jurnal Ilmiah
Pertanian. 14(2) : 60-65.
Mahananto. 2009.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi- studi kasus di Kecamatan
Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah. Jurnal
Wacana. 12(1) : 179-191.
Sneha, A., B. Anitha, R. A. Sahair, N. Raghnu, T. S. Gopenath, G. K. Chandrashekrappa, & K. M. Basalingappa. 2018. Biofertilizer for crop production and soil fertility. Journal of Agricultural Research. 6(8) : 299-306.
Yuniarti, A., M. Damayanti,
& D. M. Nur. 2019. Efek pupuk organik dan pupuk N, P, K terhadap C-organik,
N-total, C/N, serapan N serta hasil padi hitam pada Inceptisols. Jurnal Pertanian Presisi. 3(2) : 90-
105.
Comments
Post a Comment